Larangan Menyewakan Tanah
Written by Mubarak on 8:50 AMSeorang pemilik tanah secara mutlak tidak boleh menyewakan tanahnya untuk pertanian, baik pemiliknya memiliki lahan dan kegunaannya sekaligus, ataupun hanya memiliki kegunaannya saja, artinya baik tanah tersebut statusnya usyriyah (tidak ada kewajiban membayar kharaj) maupun kharajiyah (wajib membayar kharaj karena adanya penaklukan negeri), baik sewanya berupa uang maupun yang lain. Begitu pula, ia tidak diperbolehkan untuk menyewakan tanah untuk pertanian dengan sewa yang berupa makanan ataupun yang lain, yang dihasilkan oleh pertanian tersebut, atau apa saja yang dihasilkan dari sana, sebab semuanya merupakan ijarah. Padahal menyewakan tanah untuk pertanian itu secara mutlak hukumnya haram. Di dalam shahih Bukhari dijelaskan, bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, maka hendaknya tanahnya diambil.”
Di dalam shahih Muslim disebutkan :
“Rasulullah saw melarang pengambilan sewa atau bagian atas tanah.”
Di dalam sunan An Nasa’I disebutkan :
“Rasulullah saw melarang menyewakan tanah. Kami bertanya,: “Wahai Rasulullah, kalu begitu kami akan menyewakannya dengan bibit.” Beliau menjawab: “Jangan” Bertanya (sahabat): “Kami akan menyewakannya dengan jerami” Beliau menjawab: “Jangan” Bertanya (sahabat): “Kami akan menyewakannya dengan sesuatu yang ada di atas rabi’ (danau) yang mengalir.” Beliau menjawab: “Jangan! Kamu tanami atau kamu berikan tanah itu kepada saudaramu.”
Rabi’ adalah sungai kecil atau danau. Artinya, kami akan menyewakannya dengan sewa tanaman yang ada di atas rabi’, maksudnya di samping air.
Ada hadits shahih dari Nabi saw: “bahwa beliau melarang pengambilan sewa dan bagian atas suatu tanah, serta menyewakan dengan sepertiga ataupun seperempat” Imam Abu Daud meriwayatkan dari Rafi’ bin Khudaij, bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Siapa saja yang mempunyai tanah, hendaknya menanami tanahnya atau hendaknya (diberikan agar) ditanami oleh saudaranya. Dan janganlah menyewakannya dengan sepertiga, seperempat, maupun dengan makanan yang sepadan.”
Imam Bukhari meriwayatkan dari Nafi’ bahwa Abdullah bin Umar diberitahu Rafi’ bin Khudaij: “Bahwa Nabi saw melarang menyewakan lahan pertanian.” Kemudian Ibnu Umar pergi menemui Rafi’, lalu saya bersamanya, dan kami menanyainya. Dia berkata: “Nabi saw telah melarang sewa lahan pertanian.” Imam Bukhari meriwayatkan dari Salim, bahwa Abdullah bin Umar telah meninggalkan sewa tanah.
Hadits-hadits di atas tegas menunjukkan larangan Rasulullah saw terhadap penyewaan tanah. Larangan tersebut, meski hanya menunjukkan adanya perintah untuk meninggalkannya, namun ternyata di sana ada qarinah (indikasi) yang menjelaskan tentang adanya larangan yang tegas. Mereka bertanya lagi: “Kami akan menyewakannya dengan bibit.” Belia menjawab: “Jangan.” Mereka bertanya: “Kami akan menyewakannya dengan jerami.” Beliau tetap menjawab: “Jangan”. Mereka bertanya lagi: “Kami akan menyewakan dengan rabi’ (danau).” Beliau tetap menjawab: “Jangan!” Kemudian beliau pertegas dengan sabdanya: “Tanamilah atau berikanlah kepada saudaramu.” Di dalam hadits ini jelas, bahwa beliau melarang terus menerus, yang berarti menunjukkan adanya ta’kid (penegasan). Di samping itu, ta’kid di dalam Bahasa Arab ,adakalanya dengan lafadz yaitu mengulang pemakaian lafadz sebelumnya, dan adakalanya dengna makna. Dalam hadits tersebut, lafadz yang menunjukkan larangan itu ternyata diulang-ulang sehingga –dengan pengulangan itu—menimbulkan makna ta’kid.
Dikutip dari Kitab Nizhom Al Iqtishodiyyah
Karya Syaikh Taqiyyudin An Nabhani
0 comments: Responses to “ Larangan Menyewakan Tanah ”